REPUBLIKAN, Bandung – Menyambut Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan Kota Bandung Tahun Anggaran 2021 yang telah diajukan Walikota Bandung Oded M. Danial, yang diterima oleh DPRD Kota Bandung, maka DPD PSI Kota Bandung menyampaikan temuan dan pendapat untuk diketahui oleh publik sebagai wujud keberpihakan kepada masyarakat kota Bandung.
Ketua DPD PSI Kota Bandung Yoel Yosaphat, yang juga menjadi Anggota DPRD Kota Bandung dan duduk di Komisi D, yang membahas kesejahteraan rakyat, melalui Press Conference secara daring, Selasa, (14/9/2021), mengatakan, saat ini seluruh Indonesia, juga Kota Bandung mengalami Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak awal tahun 2020.
“Seperti diketahui, demi menekan penularan dan pengendalian pandemi, Pemerintah telah melaksanakan program pembatasan, baik berupa PSBB, PPKM, PPKM Darurat, maupun PPKM Level satu hingga empat,” kata Yoel Yosaphat di awal paparannya.
“Walaupun Indonesia dianggap termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi, tingkat kematian di kota Bandung masih relatif tinggi dan membawa banyak duka,” ungkap Yoel Yosaphat.
“Karena itu, pengendalian pandemi Covid-19 tetap merupakan prioritas dari Pemerintahan,” kata Yoel Yosaphat, “Selain itu, pembatasan yang dilakukan telah berdampak secara ekonomi, dengan turunnya perekonomian Indonesia sejak kuartal ke-2 tahun 2020 hingga tahun 2021,” ujarnya.
“Tingkat pengangguran meningkat, banyak usaha tutup, ketersediaan barang menurun, risiko inflasi tinggi, dan likuiditas keuangan menurun,” ungkap Yoel Yosaphat, “Saat ini banyak masyarakat yang tidak mempunyai pendapatan memadai, dan kehabisan dana tabungan,” tegasnya.
“Dengan latar belakang ini, maka perencanaan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2021 menjadi sangat krusial dan harus dilaksanakan dengan seksama,” tegas Yoel Yosaphat.
“Tapi transparansi anggaran dari Pemerintah Kota Bandung tidak kunjung terwujud, bahkan tahun ini menjadi hattrick atau tiga kali beruntun bagi kami untuk meminta transparansi anggaran,” ungkap Yoel Yosaphat, “Kami bahkan tidak memiliki akses terhadap SIPD untuk melihat komponen anggaran,” ujarnya.
“Dalam kondisi ekonomi yang berat seperti sekarang, di mana PAD Kota Bandung yang tertekan, hingga transfer dari pusat yang menurun, maka kita harus lebih teliti mengelola anggaran,” tegas Yoel Yosaphat, “Tidak bisa tidak, seharusnya transparansi anggaran harus dikedepankan,” ujarnya.
“Tapi realitanya kami mendapatkan rancangan anggaran dalam bentuk hardcopy, dengan waktu yang sangat mepet, dan isinya pun tidak detil hingga komponen,” ungkap Yoel Yosaphat, “Hal ini menyulitkan kami untuk mengawasi perencanaan Anggaran secara seksama,” tegasnya.
Lebih lanjut Yoel Yosaphat mengatakan, Pemerintah Kota Bandung harus memberikan data yang dibutuhkan untuk penilaian atas persetujuan anggaran.
“Terutama di masa pemulihan ekonomi, kita perlu tahu apakah program dan objek yang mau dibelanjakan itu benar-benar perlu dan nilainya efektif atau tidak,” kata Yoel Yosaphat.
Berikut beberapa temuan yang didapatkan oleh DPD PSI Kota Bandung.
Temuan 1, Belanja Peralatan dan Mesin untuk SD dan SMP
Merupakan suatu kejanggalan karena terdapat kenaikan anggaran Belanja Modal Peralatan dan Mesin pada Dinas Pendidikan hingga lebih dari Rp.200 miliar dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2021.
Ini adalah anggaran yang seharusnya berfokus untuk menanggulangi Pandemi Covid dan pemulihan akibatnya.
Tapi Pemerintah Kota justru menganggarkan pengadaan mebel untuk SD sebesar Rp.27 miliar, pengadaan perlengkapan SD Rp.35 miliar, dan pengelolaan Dana BOS SD Rp.25 miliar.
Lalu untuk SMP, pengadaan mebel SMP Rp.25 Miliar, pengadaan perlengkapan SMP Rp.98 miliar, serta pengelolaan Dana BOS SMP Rp.7,7 miliar, maka totalnya lebih dari Rp.200 miliar.
Temuan 2: Program Aplikasi Informatika
Dalam perubahan APBD TA 2021, pada Diskominfo ada mata kegiatan Program Aplikasi Informatika.
Di dalamnya ada sub-kegiatan Pengelolaan Nama Domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Sub Domain di Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Untuk kegiatan ini semula dianggarkan Rp.17.158.182.540, kini berubah naik menjadi Rp.21.536.782.540, artinya ada kenaikan sebesar Rp.4,38 Milyar.
Temuan 3: Penurunan Anggaran Program Rehabilitasi Sosial
Dengan bencana nasional pandemi Covid-19, dampak dialami oleh berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya golongan masyarakat yang selama ini terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dengan peningkatan pengangguran yang sudah berlangsung lebih dari setengah tahun terakhir, banyak keluarga yang kehabisan uang tabungan sedangkan belum memiliki pekerjaan atau penghasilan yang cukup menutupi kebutuhan sehari-hari.
Bagaimana dengan kondisi warga yang karena bencana Pandemi membutuhkan bantuan sosial, justru anggaran APBD P untuk Dinas Sosial menjadi lebih kecil daripada APBD murni tahun 2021.
Dari tahun ke tahun, Anggaran Dinsos lebih besar untuk kebutuhan internal.
Sebagian besar anggaran belanja adalah untuk Program Penunjang Urusan Pemerintahan Daerah, dari Rp.27,79 miliar yang turun Rp.3,97 miliar (-14,2%) menjadi Rp.23,82 miliar.
Sementara untuk Program Rehabilitasi Sosial dari Rp.9,39 miliar terjadi penurunan Rp.2,69 miliar (-28,6%) menjadi Rp.6,70 miliar.
Secara persentase, penurunan pada Program Rehabilitasi Sosial sangat besar.
Apa yang mau dilakukan Dinsos pada akhir sisa tahun 2021?, kita melihat sekarang sudah lebih banyak orang terlantar di jalanan, tapi justru anggarannya berkurang!
Kami juga lihat ada pos yang sepertinya tidak ada perubahan, misalnya pada Sub-Kegiatan Penyediaan Alat Bantu, nilainya Rp.140.882.500, kalau sepintas diperhatikan tidak ada perubahan.
Tetapi bila diteliti lebih dalam, ada perubahan di mana posting semula pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin kini dihapus, lantas dibuat posting baru dengan jumlah sama persis pada Belanja Operasi Barang dan Jasa.
Belanja Modal dan Belanja Operasi mempunyai cara pertanggungjawaban yang berbeda.
Selain itu, terlihat dana yang dianggarkan kecil sekali, tidak sesuai dengan kondisi sosial saat ini.
Temuan 4: Tidak Adanya Dukungan Anggaran untuk Para Pencari Kerja
Seperti diketahui, betapa besar masalah pengangguran saat ini akibat pembatasan demi menekan Pandemi Covid-19.
Namun, yang ingin dilihat adalah integritas, kesesuaian antara perkataan dengan perencanaan anggaran serta program-program detil di dalamnya, bukan sekedar melihat garis besar saja.
Misalnya, kita lihat pada Program Penempatan Tenaga Kerja, pada sub-kegiatan Pelayanan Antarkerja di Daerah Kabupaten / Kota, semua anggaran untuk Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan bagi Pencari kerja sama sekali dihilangkan, menjadi nol.
Padahal, semula anggarannya juga tidak besar hanya sekitar Rp.27 juta.
Bayangkan, di Kota Bandung ini semakin banyak pencari kerja, bukankah mereka justru membutuhkan penyuluhan dan bimbingan?
Demikian juga dalam Pengelolaan Informasi Pasar Kerja, semua anggaran untuk Pelayanan dan Penyediaan Informasi Pasar Kerja Online yang semula sebesar Rp.46 juta juga sama sekali dihilangkan menjadi nol.
Demikian pula dengan anggaran Job Fair / Bursa Kerja dari semula Rp.555 juta dipangkas Rp.327 juta menjadi hanya Rp.227 juta.
Bagaimana Pemerintah Kota Bandung dapat membantu para pencari kerja?
Kalau kembali melihat sasaran meningkatnya penempatan kerja, terlihat perubahan anggaran yang diajukan sama sekali tidak sesuai dengan sasaran itu.
Padahal, rakyat sangat membutuhkan peranan Pemerintah Kota Bandung.
Temuan 5: Program Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
Dengan kondisi masyarakat mengalami penyusutan ekonomi, ancaman besar datang dari inflasi atau kenaikan harga dari bahan-bahan pokok.
Dalam keadaan terjadi kenaikan, biasanya Disdagin bertugas menjaga kestabilan harga dengan pelaksanaan operasi pasar.
Namun dalam APBD P, justru anggaran Kegiatan Program Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, sub kegiatan Pelaksanaan Operasi Pasar Reguler dan Pasar Khusus yang berdampak dalam satu Kabupaten Kota justru dipangkas hingga Rp.827 juta.
Pengamanan ini seharusnya ditambah, supaya harga bagi rakyat stabil, tapi justru dikurangi.
Bagaimana jika terjadi kenaikan harga bahan pokok menjelang akhir tahun? Apakah tersedia anggaran yang cukup untuk menjaga kestabilan?
Sebaliknya, Disdagin menganggarkan Pameran Dagang untuk Ekspor, Pameran Dagang Nasional dianggarkan Rp.586 juta, sedang Pameran Dagang Lokal dianggarkan Rp.1,99 miliar.
Total untuk Pameran Dagang ini dianggarkan lebih dari Rp.2,5 M, ini merupakan anggaran tambahan yg tidak ada pada APBD 2021 awal.
Maka dipertanyakan mengapa terjadi kenaikan anggaran untuk pameran ekspor, di mana peserta ekspor masih terbatas karena ada Pandemi Covid-19, padahal anggaran terbatas sehingga harus memangkas anggaran menjaga kestabilan bahan pokok?
Temuan 6: Pelestarian Kesenian Tradisional
Dengan kondisi masyarakat yang terpuruk, segmen masyarakat yang sangat berat menanggung keadaan adalah para seniman dan budayawan.
Kalau selama ini Disbudpar diasosiasikan hanya dengan pariwisata, orang sering lupa bahwa tupoksi juga menyangkut pelestarian kesenian tradisional Kota Bandung.
Namun, apa yang terjadi? Justru terjadi pemangkasan hingga Rp.3,62 miliar atas Pelestarian Kesenian Tradisional yang Masyarakat Pelakunya dalam Daerah Kabupaten/Kota.
Demikian juga terjadi pemangkasan anggaran kegiatan Program Pengembangan Kesenian Tradisional hingga Rp.585 juta.
Disbudpar sendiri tidak melakukan pemangkasan secara internal, dalam Program Penunjang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota, anggaran masih di Rp.26,1 miliar, malah bertambah Rp.11 juta.
Administrasi Keuangan Perangkat Daerah tetap di Rp.13.890.071.835, malah di Administrasi Umum Perangkat Daerah muncul peningkatan Rp.836,7 juta, terutama pada Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor yg bertambah Rp.1 miliar.
Anehnya, walau peralatan dan perlengkapan kantor bertambah, anggaran Penyediaan Jasa Penunjang Urusan Pemerintahan Daerah justru turun Rp.516 juta.
Belanja operasi barang dan jasa untuk Penyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik turun Rp.556 juta.
Bagaimana bisa terjadi, sementara penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor bertambah Rp. 1 miliar, biaya utilitas justru turun?
Apakah peralatan dan perlengkapan kantor itu tidak memakai listrik atau biaya komunikasi?
Tentang Pariwisata, kita tidak bisa berbuat banyak karena memang masih ada pembatasan, yang kemungkinan masih berlangsung sampai akhir tahun, namun, bagaimana dengan Ekonomi Kreatif?
Dalam rencana APBD P, muncul kegiatan Penyediaan Prasarana sebagai Ruang Berekspresi, Berpromosi dan Berinteraksi bagi Insan Kreatif.
Bentuknya terutama belanja modal gedung dan bangunan baru, nilainya Rp.1,77 miliar.
Tetapi, pengembangan ekosistem ekonomi kreatif dipangkas Rp.1 miliar, terutama pada Pengembangan Sistem Pemasaran.
Jadi, bangunan dibuat tapi pemasaran dikurangi, bagaimana kelangsungan ekonomi kreatif jika tidak dibantu pemasarannya oleh Pemerintah Kota Bandung?
Temuan 7: Penyedia Sarana Penunjang Pelayanan KB
Terakhir adalah pemangkasan anggaran Penyedia Sarana Penunjang Pelayanan KB hingga Rp.2,67 miliar serta anggaran Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan lokal sebesar Rp.1,4 miliar.
Pasalnya salah satu dampak paling nyata yang dialami masyarakat selama pandemi dan PPKM ini adalah meningkatnya perilaku seksual, dikarenakan intensitas masyarakat dalam berkegiatan di rumah meningkat drastis bahkan dapat dikatakan ekstrim dibandingkan sebelumnya.
Hal ini menyebabkan angka kelahiran selama pandemi meningkat tajam, BKKBN mencatat angka kelahiran nasional meningkat sekitar tiga ratus ribu di Januari 2021.
Dari sini sangat terlihat penyediaan sarana penunjang pelayanan KB sesungguhnya merupakan kebutuhan masyarakat, yang apabila dananya dipangkas tentu berdampak besar bagi fertility rate agar dapat terjaga sehingga perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga dapat lebih maksimal.[red]
Comment