REPUBLIKAN, Cirebon – Pro kontra terbitnya Surat Keputusan (SK) DPP Gerindra soal pergantian pucuk pimpinan legislatif yaitu ketua DPRD Kota Cirebon menjadi polemik dan perbincangan hangat, tapi di balik itu semua ada sejumlah tahapan proses yang harus dilalui hingga pelantikan Ketua DPRD baru.
Maka kata anggota Fraksi Gerindra, Fitrah Malik, pergantian ketua DPRD itu sebenarnya sederhana, sudah jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemyusunan Tatib DPRD Provinsi Kabupaten/Kota.
Anggota Komisi III ini menambahkan, dalam PP No. 12 Tahun 2018 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD terdiri dari Pimpinan DPRD, Badan Musyawarah, Komisi, Bapemperda, Badan Anggaran, Badan Kehormatan dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk berdasarkan rapat paripurna.
“Artinya, pergantian personil pimpinan DPRD merupakan bagian dari Alat Kelengkapan Dewan (AKD),” kata Fitrah, Rabu (15/9/2021).
Tambahnya, pergantian personil AKD ini merupakan sepenuhnya menjadi kewenangan partai politik yang bersangkutan, seperti tertuang dalam pasal 36 ayat (3).
Legislator kota Cirebon Fitrah menjelaskan, dalam pasal tersebut menyebutkan pimpinan DPRD diberhentikan sebagai pimpinan DPRD dalam hal huruf (b) Partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Terkait mekanisme atau tahapannya pun diatur dalam PP tersebut. Tahapan yang dilakukan oleh DPRD setelah menerima surat dari partai politik yang bersangkutan, pimpinan DPRD wajib menindaklanjutinya dengan melakukan rapat pimpinan DPRD untuk menetapkan salah seorang wakil ketua untuk melaksanakan tugas ketua,” terangnya.
Lanjutnya, hal ini tertuang dalam pasal 36 ayat (4) yang menyebutkan, dalam hal Ketua DPRD berhenti dari jabatannya, para wakil ketua menatapkan salah seorang di antaranya untuk melaksanakan tugas ketua, sampai dengan ditetapkannya ketua pengganti definitif.
Selanjutnya, kata Fitrah, pimpinan DPRD mempersiapkan untuk melaksanakan rapat paripurna dalam rangka melaporkan usulan pemberhentian ketua DPRD dan dapat juga sekaligus mengumumkan calon pengganti Ketua DPRD untuk dijadikan sebagai Keputusan DPRD.
“Hal ini pun jelas tertuang dalam pasal 37 ayat (1), (2), dan (3) serta pasal 39 ayat (2) dan tentunya jadwal paripurna ini terlebih dahulu dijadwalkan di Badan Musyawarah,” paparnya seraya menambahkan hasil rapat paripurna tersebut menjadi dasar keputusan DPRD untuk menyampaikan usulan pemberhentian dan usulan calon pengganti ketua DPRD baru.
Dikatakan wakil rakyat dari Dapil 1 (Kejaksan-Lemahwungkuk) ini, setelah rapat paripurna dengan keputusan DPRD berlanjut pada tahapan penyampaian usulan pemberhentian dan calon penggantinya kepada gubernur melalui walikota.
“Tahapan penyampaian usulan ini dibatasi waktu dari pimpinan DPRD ke walikota maksimal tujuh hari, dari walikota ke gubernur maksimal tujuh hari,” ujarnya.
Terkait dengan Ketua DPRD, Hj. Affiati meminta waktu satu bulan ini, menurut Fitrah, sebenarnya tidak diatur dalam regulasi, tetapi lebih kepada bentuk toleransi.
“Proses di DPRD akan terhenti dengan sendirinya jika Ketua DPRD melakukan langkah hukum, tanpa harus ada intevensi dari siapapun dengan segala resiko yang akan dihadapi,” jelas Fitrah.
Menanggapi kehatian-hatian yang akan dilakukan pimpinan DPRD, dirinya sangat mendukung dan itu wajib dilaksanakan, hanya saja prinsip kehati-hatian dalam hal ini akan lebih baik jika pimpinan DPRD mengkonfirmasi dan mengklarifikasikan kepada Partai Gerindra terkait kebenaran atau keabsahan SK tersebut, serta berkonsultasi kepada pihak-pihak terkait.
“Saya melihat pimpinan DPRD akan melakukan hal itu. Kami berharap semua pihak bisa menghargai keputusan partai kami, karena masing-masing partai mempunyai kultur yang berbeda-beda,” kata Fitrah Malik. [***]
Comment