REPUBLIKAN, Bandung Barat – Semangat persatuan, pelestarian budaya, dan kebangkitan karakter generasi muda menggelora dalam gelaran Forkopimda Cup 2 “Ulin Usik Jawara” yang digelar di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Acara ini mempertemukan 265 pendekar dari 16 paguyuban pencak silat dalam sebuah festival seni bela diri tradisional yang sarat makna dan nilai-nilai luhur budaya Sunda.
Dengan mengusung semboyan “Bener, Jujur, Satria” milik Paguyuban Paguron Seni Penca Silat (Papag Setra), ajang ini menjadi lebih dari sekadar kompetisi—ia menjelma sebagai panggung silaturahmi dan ekspresi budaya yang menyatukan masyarakat, pemerintah, serta tokoh-tokoh seni bela diri.
Pembukaan yang Khidmat dan Penuh Makna
Acara dibuka dengan prosesi penyambutan para tamu kehormatan, termasuk perwakilan Bupati Bandung Barat yang diwakili oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Akhmad Panji Hernawan, S.H., M.Si. Hadir pula Camat Parongpong Herman Permadi, Kepala Desa Cihanjuang Gagan Wirahma, Kepala Desa Ciwaruga Dadang Carmana, Ketua DPD Papag Setra, serta perwakilan dari Kapolres, Dandim, dan Apdesi Kabupaten Bandung Barat.
Suasana pembukaan semakin meriah saat pukulan gong dilakukan sebagai simbol dibukanya gelanggang persaudaraan dan sportivitas antar-pendekar.
Dalam sambutannya, Panji Hernawan menyampaikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya acara ini dan menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung pelestarian budaya.
“Kegiatan seni dan budaya seperti ini akan terus mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Kami berharap ajang ini menjadi agenda rutin yang mampu memperkuat karakter generasi muda sekaligus mendongkrak pariwisata budaya daerah,” ujarnya, Sabtu (31/05/2025)
Panggung Ekspresi dan Pembinaan Talenta Lokal
Panji juga menyoroti pentingnya menciptakan ruang tampil bagi para seniman lokal. Menurutnya, masih banyak pelaku budaya yang belum memiliki panggung untuk menunjukkan potensi mereka.
“Banyak yang bertanya, ‘Pak, kapan kami tampil?’ Inilah jawabannya. Forkopimda Cup adalah wadah ekspresi dan kebangkitan budaya,” tuturnya.
Ia menambahkan, Dinas Pariwisata akan melakukan pendataan terhadap seluruh paguron di 165 desa di Bandung Barat untuk memaksimalkan pembinaan dan pelibatan dalam berbagai kegiatan budaya. Diharapkan, para juara lokal nantinya bisa tampil di ajang tingkat provinsi, nasional, bahkan internasional.
265 Pendekar, 156 Penampilan, dan Satu Semangat Persatuan
Ketua DPP Papag Setra menyampaikan rasa syukur atas kehadiran ratusan peserta yang berpartisipasi dengan penuh semangat. Sebanyak 265 pendekar dari 16 paguyuban menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam 156 penampilan, mulai dari seni tunggal, ganda, hingga regu, yang diiringi musik tradisional pencak silat yang menggugah suasana.
Kepala Desa Ciwaruga, Dadang Carmana, turut memberikan dukungan penuh atas acara ini.
“Ini bukan sekadar kompetisi, tetapi ajang silaturahmi budaya. Anak-anak kami yang tergabung dalam berbagai paguron mendapat wadah positif untuk menyalurkan minat dan bakat mereka,” ucapnya.
Ia juga mendorong agar keikutsertaan dalam ajang ini dapat diakui sebagai prestasi resmi yang bisa digunakan dalam pendaftaran ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kekayaan Aliran dan Gaya dari 16 Paguyuban
Gelanggang Forkopimda Cup 2 diramaikan oleh 16 paguyuban yang membawa ciri khas masing-masing. Di antaranya:
Papag Setra
Pusaka Tapak Tilas – Darma Saputra
Putra Domas Sabilulungan (Desa Cigugur)
Padepokan Usik Buhun (Gunung Masigit)
Beladiri Gelar Putra Sumirat
Yayasan Pencak Silat Gajah Putih
Layang Kencana Wulung
Gelar Singajaya
Gajah Putih Murhadi (Lembang)
OPSI Kuta Galuh – Bandung Barat, dan lainnya.
Setiap penampilan mencerminkan kekayaan estetika, teknik, dan filosofi dari tradisi pencak silat Sunda, menjadikannya warisan budaya yang hidup dan terus berkembang.
Pencak Silat: Jalan Hidup dan Warisan Peradaban
Sebagai warisan budaya takbenda dunia versi UNESCO, pencak silat tak sekadar seni bela diri, melainkan warisan peradaban yang mengajarkan nilai-nilai spiritual, sosial, dan moral.
Forkopimda Cup 2 menjadi bukti nyata bahwa budaya bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk dihidupkan dan diwariskan. Di tengah arus modernisasi, ajang ini berhasil menghidupkan kembali semangat gotong royong, disiplin, dan kebanggaan terhadap identitas lokal.
“Wilujeng tandang, para tandang. Hayu urang jaga budaya urang ku lampah, lain saukur carita.”[R]
Comment