REPUBLIKAN – Forum Dangiang Siliwangi bersama Angkatan Muda Siliwangi (AMS) menggelar diskusi publik dwimingguan bertajuk “Ada Apa dengan Program Bergizi Gratis di Jawa Barat?” di Sekretariat AMS, Selasa (7/10/2025). Diskusi ini mengupas tuntas pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah sejak awal 2025.
Hadir sebagai pembicara, anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, H. Maulana Yusuf Erwinsyah, menilai pelaksanaan MBG masih sangat sentralistik dan minim partisipasi dari pemerintah daerah. Menurutnya, program ini seolah menjadi “urusan absolut ketujuh” yang sepenuhnya dikendalikan pusat tanpa pelibatan optimal pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
“Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat menjadi kunci, tapi tanpa pelibatan aktif daerah, pelaksanaan program ini akan terus menemui hambatan,” ujar Maulana.
Maulana juga menyinggung pentingnya persiapan yang matang. Ia membandingkan pelaksanaan program serupa di Finlandia yang membutuhkan waktu lima tahun untuk menyiapkan dasar hukum dan teknis sebelum diluncurkan. “Indonesia meluncurkan MBG hanya dalam waktu tiga bulan setelah pelantikan presiden. Ibarat membuat perahu sambil menaikinya,” katanya.
Ia juga menyoroti lemahnya regulasi yang ada. Peraturan Badan Gizi Nasional (BGN) yang saat ini berlaku masih bersifat internal dan belum mencakup mekanisme pelaksanaan di daerah. Hal ini dinilai berpotensi mengganggu akuntabilitas dan keberlanjutan program.
Guru Besar Ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Prof. Deni Kurniadi Sunjaya, turut mengkritisi kesiapan program MBG. Menurutnya, meskipun program ini sangat dibutuhkan masyarakat, pelaksanaannya harus dievaluasi menyeluruh agar lebih efektif.
“Reorientasi diperlukan, bukan penghentian,” ujar Prof. Deni, sembari menyebut sembilan poin reorientasi yang meliputi komitmen pemerintah, sasaran tepat, hingga tata kelola yang transparan.
Sementara itu, Ketua MKSS SMA Kabupaten Bandung Barat, Lina, mengaku program MBG sangat dibutuhkan di sekolah-sekolah. “Banyak siswa kami yang sangat berharap program ini tetap berjalan. Bahkan ada yang sampai bertanya, apakah boleh ambil dua kali,” tuturnya.
Ketua Umum (Pj) AMS, Rully Alfiady, menegaskan bahwa program MBG adalah kebijakan strategis yang perlu mendapat dukungan seluruh pihak. Menurutnya, berbagai kendala teknis yang muncul adalah hal wajar dalam program baru, namun perlu segera dicarikan solusi bersama.
Menurut Prof. Keri Lestari, S.Apt akademisi Unpad sekaligus Ketua Pusat Riset Jawa Barat juga Guru Besar Fakultas Farmasi Unpad, menyampaikan bahwa sejak akhir Agustus 2025, BGN telah melakukan sejumlah perbaikan, seperti membangun alur teknis yang sistematis dan sistem evaluasi berbasis skor.
“Jika pelaksana mendapatkan skor di bawah 80, maka program di wilayah tersebut akan dihentikan sementara,” jelasnya.
Prof. Keri menambahkan, MBG berpotensi memberikan dampak ekonomi dengan menyerap hasil produksi petani dan UMKM melalui rantai pasok yang sehat. Hingga kini, program tersebut baru menjangkau sekitar 21 juta jiwa dari target nasional sebanyak 91 juta penerima manfaat.
Setidaknya ada 3 manfaat dari program MBG ini. Peningkatan ekonomi, tercipta lapangan pekerjaan khususnya masyarakat sekitar SPPG dan dalam jangka panjangnya adalah terpenuhinya gizi siswa. Tidak kalah pentingnya juga adalah terciptanya kebersamaan diantara siswa.
Sementara itu aktivis sosial dan ProDem, Paskah Irianto mengatakan bahwa kejadian keracunan makanan yang terjadi di beberapa daerah dan menimbulkan korban jangan dilihat hanya sebagai angka. Satu orangpun yang menjadi korban ini merupakan persoalan kemanusiaan. Kalau hal ini terus terjadi maka moratorium menjadi pilihan yang bisa diambil.
Bahwa ada kekurangan dalam pelaksanaan program ini maka menjadi kewajiban kita untuk terus memberikan saran dan kritik yang konstruktif ke BGN.
Transparansi, kehumasan/public speaking, kantor perwakilan BGN di daerah, pelatihan SDM, pendampingan SPPG merupakan isu-isu penting yang dibahas dalam diskusi ini.
Diskusi publik ini menjadi ruang penting untuk mengawal pelaksanaan MBG agar benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat serta menjadi program berkelanjutan yang berdampak positif secara gizi, pendidikan, dan ekonomi. [R]
Comment