REPUBLIKAN – Seputar Dunia Pendidikan di Jawa Barat, berdasarkan data neraca pendidikan daerah yang dilansir Kemendikbud pada 2020, ada puluhan ribu ruang kelas yang kondisinya rusak. Totalnya ada 43.235 ruang kelas di SMA dan SMK di Jawa Barat yang dalam kondisi rusak, mulai rusak ringan, sedang, hingga berat.
Fakta itu tidak bisa dipandang sebelah mata, karena terkait dengan keselamatan dan kenyamanan belajar para generasi penerus bangsa. Namun, hingga saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum bisa berbuat banyak. Hal itu, misalnya, dapat dilihat dari minimnya anggaran rehabilitasi kelas dan pembangunan sekolah baru.
Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, dari Fraksi PAN Enjang Tedi, menyebutkan, alokasi untuk pembangunan sekolah baru dan rehabilitasi ruang kelas yang dimasukkan pada anggaran 2024 besarannya cuma Rp7,5 miliar. Rinciannya, Rp1,5 miliar untuk rehabilitasi kelas dan Rp6 miliar untuk pembangunan sekolah baru.
“Untuk itu kami mengusulkan agar alokasi anggaran Jabar Masagi dihapus dan dialihkan untuk menambah anggaran pembangunan ruang kelas baru dan rehab, serta menambah anggaran Jabar Future Leaders Scholarship atau JFLS,” ujar Enjang kepada Republikan.co, Sabtu (28/10/2023).
Ia menjelaskan, program Jabar Masagi 2024 yang dianggarkan Rp10 miliar, direalokasi untuk rehabilitasi kelas dan program beasiswa dalam JFLS. “Kami sudah mengusulkan, anggaran yang Rp10 miliar itu dialihkan untuk JFLS sebesar Rp1,5 miliar, dan untuk penambahan ruang kelas baru dan rehab ruangan sebesar Rp8,5 miliar,” terang Enjang.
Bila usulan itu dikabulkan, maka pada 2024 nanti akan ada anggaran sebesar Rp10 miliar untuk penambahan ruang kelas baru dan rehabilitasi ruang kelas yang rusak. Ditanya apakah anggaran sebesar itu cukup untuk menjawab persoalan ruang-ruang kelas di Jawa Barat, ia menjawab tidak. Namun, bila realokasi anggaran itu dilakukan, manfaatnya akan lebih besar.
“Bukan berarti program Jabar Masagi tidak bagus, tapi kami memandang ada hal yang lebih urgen untuk segera dilakukan. Tentu kita tidak berharap ada musibah menimpa warga sekolah yang disebabkan ruang kelas ambruk, misalnya,” papar Enjang.
Politisi PAN asal Garut ini mengaku sering mendapat keluhan dari para guru terkait kurangnya ruang kelas dan kondisinya yang sudah tidak layak, seperti di SMAN 2 Garut, SMAN 18 Garut, dan SMAN 23 Garut.
Lantaran kekurangan kelas, kata Enjang, ada sekolah yang menggelar proses belajar mengajar di ruang laboratorium atau perpustakaan. Mereka berharap agar pemerintah segera memberi solusi, sehingga kegiatan belajar mengajar bisa berjalan maksimal.
Semua aspirasi itu ia tampung dan sudah disampaikan kepada eksekutif melalui proses legislasi anggaran. “Kami juga meminta Dinas Pendidikan untuk segera menyelesaikan proses sertifikasi lahan dan pengamanan aset sekolah dengan membayar ganti rugi kepada pihak ketiga, seperti di SMAN 23 Pakenjeng Garut,” kata Enjang.[r]
Comment